Pujian yang Sejati

Minggu, 02 Oktober 2016

Tema : Pujian
Nats : Ayub 1 : 8, 20, 21 & 22


Berbicara mengenai pujian, yang berhak dipuji dan ditinggikan yaitu Allah karena Allah maha kuasa, pencipta langit dan bumi, lautan dan daratan dengan segala isinya dan juga yang menciptakan manusia. Kita sebagai manusia diciptakan serupa atau secitra dengan Allah, yang berarti kita juga memiliki sifat yang serupa dengan Allah tapi tak sama, sehingga kita juga bisa merasakan puji-pujian sama seperti Allah.


Pujian itu berasal dari 3 sumber :

1. Dari diri sendiri
Pujian yang berasal dari diri sendiri berstatus paling rendah, karena bersifat untuk menghibur diri sendiri. Kita senang memuji diri sendiri karena mendapat nilai baik, sukses melakukan sesuatu, memiliki status sosial tinggi, dsb.

2. Dari orang lain
Pujian yang diucapkan orang lain memiliki tingkat yang lebih dibanding diri sendiri. Ketika meraih juara / berprestasi, pasti ada pujian dari khalayak umum, entah dari orang tua, saodara, teman. Namun pujian dari orang tidak selalu positif, bisajadi orang memuji ingin memperoleh haknya. Sebuah ilustrasi “ Ada seekor anjing yang disuruh untuk menjaga dendeng milik tuannya yang sedang dijemur. Kemudian ada seekor burung gagak muncul mencuri dendeng yang dibawa dengan paruhnya yang besar. Gagak adl. Seekor burung yang besar, berbulu hitam, paruhnya hitam, dan suaranya yang parau “koak…koak…” mungkin :v, sehingga tidak ada orang yang menyukainya. Namun menurut pendapat si anjing berbeda, ia berkata “Gagak kamu kok keren bisa terbang, dan warna bulumu hitam mengkilap begitu juga paruhmu, aku jadi penasaran dengan suaramu, pasti sangat merdu” Karena tak tahan, si gagak mengeluarkan suaranya “koak…koak…”  Begitu paruhnya terbuka, dendeng itu terjatuh ke tanah dan akhirnya si anjing berhasil menyelamatkan dendeng milik tuannya. Alasan si anjing memuji gagak yaitu untuk mendapatkan dendeng yang telah dicurinya.

3. Dari TUHAN
Pujian dari Tuhan memang luar biasa, jarang Tuhan memuji kepada hamba-Nya. Dalam alkitab-pun hanya sedikit yang memperoleh pujian dan kebanyakan memperoleh cemooh dan terlebih murka dari Tuhan.

Dengan mempertimbangkan dari sumber pujian di atas, bagaimanakah perasaan sobat jika dipuji seseorang? Pastinya merasa senang dalam hati. Nah dalam firman Tuhan yang akan kita bahas adalah tokoh bernama Ayub. Siapakah Ayub? Mungkin sebagian sudah tahu dan sebagian belum. Ayub adalah orang yang benar di hadapan Allah, dalam Ayub 1 : 20~22 dikatakan: 20 Maka berdirilah Ayub, lalu mengoyak jubahnya, dan mencukur kepalanya, kemudian sujudlah ia dan menyembah, 21 katanya: “Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. TUHAN yang memberi, TUHAN yang mengambil, terpujilah nama TUHAN!” 22 Dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat berdosa dan tidak menuduh Allah berbuat yang kurang patut. Dari ayat 20~22 kita tahu bahwa Ayub adalah orang yang tetap bersyukur meskipun mengalami berbagai cobaan dan penderitaan, dan ia tidak mengeluh dan tetap memuliakan Tuhan.

Sehingga dalam Ayub 1 : 8 Tuhan memuji Ayub bukan dihadapan manusia, bukan dihadapan malaikat, melainkan dihadapan musuh Allah yaitu iblis. Kita tahu bahwa iblis ibarat singa yang mengaum-aum siap menerkam mangsanya, jadi iblis selalu berkeliling untuk mencari orang yang bisa dicobai, ia tidak diam menetap di suatu tempat. Dalam ay. 8 TUHAN bertanya kepada Iblis: “Apakah engkau memperhatikan hamba-Ku Ayub? Sebab tiada seorangpun di bumi seperti dia, yang demikian saleh dan jujur, yang takut akan Allah dan menjauhi kejahatan.”  Ayub memperoleh pujian dari Allah karena : kesalehan, kejujuran, takut akan Allah dan menjauhi kejahatan. 

Banyak orang yang bernama Saleh tetapi tidak saleh, lalu apa yang dimaksud orang saleh? Orang yang saleh selalu melaksanakan kewajibannya untuk beribadah, berdoa, dan memberikan persembahan secara sungguh-sungguh kepada Allah secara rutin. Seringkali kita ketika banyak pergumulan atau mengalami kegagalan, kita malas untuk datang beribadah. Menurut pikiran kita “beribadah dan tidak beribadah sama saja, tak ada hasilnya atau tak dapat berkat.” Nah teori seperti ini perlu diluruskan, kita datang beribadah bukan untuk mencari berkat, kekayaan, dan kesembuhan tetapi karena kewajiban kita sebagai anak-anak Allah. Jadi meski dapat berkat maupun tidak kita selalu setia mengikut Tuhan dimanapun dan kapanpun.

        Yang kedua kejujuran, orang yang saleh belum tentu jujur. Contohnya orang mau datang ke KKR (Kebaktian Kebangkitan Rohani) naik bus, kemudian ketika turun dari bus tidak ditarik ongkos dan ia berkata “Puji Tuhan”. Nah ini salah satu bentuk perbuatan tidak jujur dihadapan Allah. Ingat bahwa mata Tuhan selalu mengawasi kita dimanapun dan kapanpun kita berada.

        Kemudian hal takut akan Allah. Takut akan Allah itu bukan seperti Adam dan Hawa dalam Kej. 3 : 8~9 setelah mereka berdosa, lalu mereka takut melihat dan bertemu Allah, tetapi takut akan Allah berarti takut untuk berbuat dosa atau takut untuk melanggar perintah-Nya. Dikatakan  Ayub tidak pernah melanggar perintah Tuhan sekalipun.

        Dan terakhir yaitu menjauhi kejahatan atau dosa. Kita tahu bahwa jikalau dekat air maka biasanya akan basah, jika dekat api biasanya akan terbakar/ hangus, begitu juga jika dekat dengan kejahatan tak lama akan jadi penjahat. Itu semua tergantung bagaimana kita dapat menghindarkan diri dari lingkup dosa di lingkungan kita.


KESIMPULAN (Conclusion)
Mari kita mencontoh sikap hidup Ayub yang dewasa dalam iman akan Kristus, sehingga meskipun diberi banyak cobaan, ujian dan penderitaan ia tetap taat dan bersyukur kepada-Nya.

Dari renungan kali ini membahas tentang bagaimana Allah memuji hamba-Nya Ayub karena perbuatannya yang luar biasa baik. Semoga melalui renungan kali ini sobat dapat semakin mengerti akan kehendak Allah dalam hidup sobat semua.
“Soli Deo Gloria”



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Penyesalan Petrus dan Yudas

Pemuda yang Memberi Dampak

Panggilan Sebagai Murid Yesus